Pages

Kamis, 24 April 2014

Ini Bukan Hujan Perpisahan

Mendung kembali menggelayuti langit yang semakin gelap. Sepertinya akan hujan. Entah mengapa hujan yang akan turun hari ini bukan seperti hujan-hujan kemarin yang selalu aku nantikan dengan hati berbunga. Kali ini ada yang lain, aku rasa mungkin sebuah isyarat. Iya isyarat. Isyarat yang mengharuskan aku untuk bersiap, berkemas. Karena mungkin ini waktu terakhir bagi ku. Entah dalam hal apa, tapi aku merasakan ada perayaan perpisahan di sana. Perpisahan untuk selamanya. Mungkin. Tapi jauh dari lubuk hati yang paling dalam, ada semburat gelisah.

Aku tak ingin berpisah, walaupun sekejap. Aku tidak ingin berpisah dengan semua kenangan yang telah terukir dalam di hari-hariku. Bisa kah aku meminta pada penguasa langit agar menurunkan hujan favoritku, hujan ketika pertemuan itu. Hujan yang dingin namun menyatukan hati, membuatnya hangat bagaikan pelukan mentari pagi. Bukan hujan perayaan perpisahan seperti saat ini? Aku benar-benar tidak bisa membayangkan jika ini bencana besar yang akan menghantamku. Ku pastikan aku akan hilang jika itu yang terjadi. Aku belum sanggup meninggalkan dan ditinggalkan. Tolong berikan aku waktu beberapa dekade lagi hanya untuk mengabadikan senyumnya, renyah tawanya, tatapan menenangkannya, merdu lirih suaranya, tingkah konyolnya, dan semua tentangnya. Biarkan aku merekam tiap detiknya. Mungkin aku memerlukan banyak memori untuk merekamnya. Aku bisa membayarnya, walau dengan hidupku yang tak seberapa ini. Tapi tolong izin kan aku mengabadikannya hanya untuk ku. Mungkin terdengar egois dan memaksa. Tapi aku tak punya permintaan yang lain.

Aku hanya ingin mempunyai waktu lebih lama bersamanya. Bagiku ini terlalu singkat, Tuhan. Berikan aku kesempatan, berikan hujan favoritku, bukan hujan perpisahan. Aku masih ingin bersamanya, aku rela menukarnya dengan usiaku. Jika memang harus berpisah, pisahkan lah saat aku sudah tidak bisa lagi mencintainya dengan cintaku. Jika memang cintaku terlalu kuat kepadanya, biarkan aku mencintainya sampai nafas terakhirku berhembus. Jangan pisahkan saat aku masih sangat mencintainya. Terlalu sakit ku rasa. Dia bisa berpura-pura tegar saat hujan turun, karena air matanya melarut bersama buliran hujan. Tapi matanya tak pernah berdusta. Haruskah ada hujan sebagai perayaan perpisahan??


0 komentar:

Posting Komentar