Pages

Sabtu, 13 Juli 2019

Hai

Aku sudah tak lagi melihatmu. Kamu seperti kilat; terlihat sekilas, hilang, tapi mendebarkan.

Tidak usah berlagak seperti pelangi yang muncul indah setelah hujan yang sangat kucintai, jika pada akhirnya akan menghilang juga dalam hitungan menit.

Tapi, lebih jahat lagu jika kamu benar-benar tak datang. Aku sudah pernah kamu tinggalkan lama, dan aku merana. Aku menyapa, namun hanya berbalas gema yang sama.

Aku tak cukup kuat untuk rindu sendirian. Memintal gulungan benang rindu yang seukuran dengan jarak, bukan hal yang mudah. Beberapa kali tanganku terluka, dan itu sangat pedih. Sama saja ketika kamu memutuskan untuk tak kembali.

Singgah sebentar saja, tanyakan kabarku.

Selasa, 02 April 2019

Peninjauan Kembali...

Mencintaimu itu ternyata sepaket. Ada tawa bahagia lalu tangis air mata. Bisa terjadi bergantian, atau bersamaan dalam satu waktu. Anehnya, itu tetap saja aku sebut cinta.

Coba kita flashback ke beberapa tahun yang lalu, saat kamu sungguh benar sangat menginginkanku. Di setiap rapal doamu selalu memintaku kepada Tuhanmu. Namaku selalu menjadi penutup dari doa-doa panjangmu. Sungguh, Tuhan pun iba melihat kesungguhan hatimu. Hingga di suatu saat, Dia perkenankan aku untukmu. Kamu bahagia? Pastinya. Selamat!! Kamu mendapatkan apa yang kamu inginkan. Tidak ada yang bisa menyangkal betapa saktinya doa itu.

Perjalanan panjang kita penuh dengan terimakasih. Ada sesuatu yang kuterima dari apa yang kamu kasih. Kusebut itu simbiosis mutualisme yang manusiawi. Antara kita terjadi hubungan yang saling menguntungkan. Layaknya pasangan yang sedang kasmaran, kita melalui hari-hari bahagia itu dengan tatapan hangat penuh sayang, dan diakhiri dengan tawa bahagia dalam dekapan erat dengan cinta.

Mereka bilang itu "relationship goal", ahhh itu kata mereka yang melihat, yang ikut bahagia sungguhan atau yang diam-diam menyimpan dengki. Berkatalah sepuas mereka tentang kita, mereka sungguh hanya penonton dengan segala komentarnya. Kita peduli? Tidak sama sekali.

Yang aku takutkan perlahan mulai terang, ada yang kamu lupa tentang perjuanganmu. Tidakkah kamu ingin selalu memperjuangkanku?? Ingat, kemerdekaan itu perlu diisi, agar tidak kembali dikuasai oleh penjajah. Perjuangan yang sesungguhnya adalah upaya untuk mempertahankan. Jangn terlena dengan status merdeka. Di luaran sana masih ada yang ingin melihat kita hancur ketimbang berbahagia.

Jika masih menganggapku sesuatu yang berharga, tolong jaga. Jika hanya sebagai gengsi, hati-hati jika nanti aku menjadi lebih bergengsi setelah tidak bersamamu.

Sabtu, 23 Maret 2019

Lagi dan lagi

Aku pikir sudah waktunya aku mengakhiri segala bentuk rasa tentangmu, termasuk rindu. Bukan, ini bukan karena terlarang. Mana bisa perasaan itu dilarang, dibunuh saja tepatnya. Tapi, apa yang akan tersisa saat pembunuhan itu terjadi? Kematian. Mati rasa! Bukankah hidup itu harus banyak rasa?

Aku merindukanmu, sungguh. Tapi, aku tidak mau membuatnya setengah hidup dan setengah mati. Aku tidak pernah mati suri, namun perasaanku sudah pernah seperti itu. Inginku berlari sangat jauh, sampai tidak ada yang bisa mencariku, dan aku juga tidak tahu lagi arah jalan pulang. Tapi aku tidak bisa, rinduku selalu memanggilku untuk pulang.

Padahal saat pulang, tidak aku temukan dekap yang selama ini kudamba. Sia-sia. Ternyata aku kembali kepada pelukan semu. Kutemukan kedua tanganku memeluk bayanganku sendiri.

Kamu benar telah pergi. Aku benar telah sepi. Mengadukan dukaku pada semesta adalah cara terbaik saat sesak melanda. Aku teriakkan saja namamu di tengah derasnya hujan. Biar hujan tahu, aku sangat merindukanmu.