Pages

Selasa, 29 April 2014

Aku dan Kamu adalah Kita tanpa Dia dan Mereka

Tempat biasa. Tempat biasa kita bertemu, tempat biasa kita menghabiskan sore dengan obrolan-obrolan aneh, mulai dari kebiasaan bangun tidur sampai ritual sebelum tidur, semua hal yang kita suka, lagu-lagu favorit dan masih banyak lagi. Tapi hari ini bukan seperti hari-hari biasanya, bukan hari kita janji bertemu, bukan pada jam kita janji bertemu.Tidak ada kamu di sini. Kamu berada jauh di sana membawa separuh hatiku dan yang separuhnya ada di sini, menantinya utuh kembali.

Hey dari semalam aku selalu kepikiran kamu. Iya selalu kamu. Tidur aku tak nyenyak seperti biasanya. Selalu terjaga dengan jarak waktu berdekatan, melihat BBM hanya untuk melihat adakah pesan dari mu, membuka setiap inbox handphone hanya untuk melihat adakah kabar dari mu, atau mungkin hanya pesan singkat ucapan "Selamat malam, selamat tidur, have a nice dream" seperti biasanya, seperti ratusan malam yang lalu, yang pernah kita lewati.

Sungguh sangat sakit rasanya belajar melupakan kamu. Belajar menghapus jejakmu yang sudah sangat melekat di hatiku. Melewati hari-hari asing, tak biasa tanpa kehadiranmu. Aku tidak bisa dan tidak biasa. Itu terlalu menyakitkan.

Aku menunggu keajaiban, perpanjangan waktu untuk tetap bersamamu, disisimu lebih lama lagi. Masih banyak  hal yang ingin aku lakukan untukmu dan bersamamu. Eksekusi mati, aku terpaksa menjadi terdakwa dalam kasus ini, sungguh ini sangat sulit bagiku. Menghitung hari-hari bebasku sebelum terkungkung untuk selamanya. Inginku mencari pertolongan orang-orang di sana, inginku pinta empati mereka. Tapi tak ada yang bisa, hanya memandang dengan tatapan iba dan acuh, sungguh aku tak butuh tatapan itu, tidak bisa mengubah takdirku.

Bagaimana agar hati ini tetap bahagia??
Aku hanya ingin kamu dan aku menjadi kita. Tanpa ada dia dan mereka.
Bisakah???


Kamis, 24 April 2014

Ini Bukan Hujan Perpisahan

Mendung kembali menggelayuti langit yang semakin gelap. Sepertinya akan hujan. Entah mengapa hujan yang akan turun hari ini bukan seperti hujan-hujan kemarin yang selalu aku nantikan dengan hati berbunga. Kali ini ada yang lain, aku rasa mungkin sebuah isyarat. Iya isyarat. Isyarat yang mengharuskan aku untuk bersiap, berkemas. Karena mungkin ini waktu terakhir bagi ku. Entah dalam hal apa, tapi aku merasakan ada perayaan perpisahan di sana. Perpisahan untuk selamanya. Mungkin. Tapi jauh dari lubuk hati yang paling dalam, ada semburat gelisah.

Aku tak ingin berpisah, walaupun sekejap. Aku tidak ingin berpisah dengan semua kenangan yang telah terukir dalam di hari-hariku. Bisa kah aku meminta pada penguasa langit agar menurunkan hujan favoritku, hujan ketika pertemuan itu. Hujan yang dingin namun menyatukan hati, membuatnya hangat bagaikan pelukan mentari pagi. Bukan hujan perayaan perpisahan seperti saat ini? Aku benar-benar tidak bisa membayangkan jika ini bencana besar yang akan menghantamku. Ku pastikan aku akan hilang jika itu yang terjadi. Aku belum sanggup meninggalkan dan ditinggalkan. Tolong berikan aku waktu beberapa dekade lagi hanya untuk mengabadikan senyumnya, renyah tawanya, tatapan menenangkannya, merdu lirih suaranya, tingkah konyolnya, dan semua tentangnya. Biarkan aku merekam tiap detiknya. Mungkin aku memerlukan banyak memori untuk merekamnya. Aku bisa membayarnya, walau dengan hidupku yang tak seberapa ini. Tapi tolong izin kan aku mengabadikannya hanya untuk ku. Mungkin terdengar egois dan memaksa. Tapi aku tak punya permintaan yang lain.

Aku hanya ingin mempunyai waktu lebih lama bersamanya. Bagiku ini terlalu singkat, Tuhan. Berikan aku kesempatan, berikan hujan favoritku, bukan hujan perpisahan. Aku masih ingin bersamanya, aku rela menukarnya dengan usiaku. Jika memang harus berpisah, pisahkan lah saat aku sudah tidak bisa lagi mencintainya dengan cintaku. Jika memang cintaku terlalu kuat kepadanya, biarkan aku mencintainya sampai nafas terakhirku berhembus. Jangan pisahkan saat aku masih sangat mencintainya. Terlalu sakit ku rasa. Dia bisa berpura-pura tegar saat hujan turun, karena air matanya melarut bersama buliran hujan. Tapi matanya tak pernah berdusta. Haruskah ada hujan sebagai perayaan perpisahan??


Rabu, 02 April 2014

Misscalled dari Surga


Hari yang begitu panjang dan melelahkan bagiku tentunya. Seharusnya aku ke sana, ke tempat peristirahatan terakhirnya. Tapi entah mengapa kakiku sangat berat melangkah ke sana. Bayangan masa lalu mulai kembali menyerang sistem syaraf pusatku. Membuat serangan-serangan yang mematikan sistem kerja jantung, terasa sesak di dada. Aku hempaskan tubuhku ke sofa ruang tamu rumah kontrakan. Lampu ruang tamu belum menyala, padahal waktu telah menunjukkan pukul 5 lebih 10 menit, sore. Aku rasa semua penghuni kontrakan belum ada yang pulang. Hanya aku.
“Yan, kamu bahagia di sana, sementara aku?? Aku bisa apa, Yan?? Setahun, setahun aku lewati hari-hari yang berat ini tanpa kamu.”
Aku meracau lirih sambil menatap wallpaper homescreen handphoneku, foto Riyan. Fotonya memakai jubah kelulusan, foto terakhir yang dikirimnya sesaat sebelum kejadian itu. Kejadian yang merenggut separuhku!
Aku lemah, aku cengeng, lagi dan lagi aku tak mampu menahan air mataku. Ku biarkan air jernih itu mengalir semaunya, sampai titik jenuh menghentikannya. Tapi tidak menghentikan rinduku pada dia yang berada di alam sana. Riyan.
Tiba-tiba lampu ruang tamu menyala.
“Kiran, udah pulang? Kok lampunya nggak dinyalain sih??” Tanya Kak Ivon sambil duduk di sofa seberang.
“Eh Kak Ivon” Aku hanya menyapanya, namun tak menjawab pertanyaannya. Aku hanya meliriknya sekilas dan kembali menyapu pandanganku ke arah handphoneku. Tak ku dengar suara Kak Ivon yang menuturkan sesuatu dalam kalimat yang panjang dan sayup. Entahlah, mungkin aku tidak fokus dengan sekelilingku.
“Kiran, kakak mungkin nggak sepenuhnya mengerti perasaan kamu, tapi kakak tau ini memang berat.” Aku menoleh ke arah Kak Ivon.
“Sangat berat kak” Statementku mempertegasnya.
“Riyan bakal sedih melihat kamu yang terus-terusan begini. Move on Kiran, jalan masih panjang. Kalaupun belum bisa mencari pengganti Riyan, minimal kamu ceria lagi seperti dulu” Kak Ivon bertutur dengan nada penuh harap.
“Entahlah kak. Mungkin aku bodoh. Aku udah mencoba kak. Tapi nihil, selalu dan selalu balik lagi ke Riyan” kali ini aku berkata tanpa air mata. Entahlah mungkin sudah kering. Kak Ivon mendekatiku dan memeluk tubuhku. Hanya kata “sabar” yang tiada henti ia ucapkan kepadaku.
“Kamu mandi, siap-siap sholat maghrib dan doain Riyan, ini satu tahun dia berpulang kan? Bisa sedikit mengobati rindu kamu dengan dia” Kak Ivon melepaskan pelukannya perlahan.
“Iya kak, makasih ya” Aku mengusap sisa-sisa air mata di pipiku. Kak Ivon adalah salah satu orang terdekatku, yang mengetahui segala hal tentang kisahku. Ia yang menemani hari-hari, jika tidak ada dia dan teman-teman di kontrakan ini, mungkin ide gilaku menyusul Riyan akan terealisasi dengan sukses.
Beep...beep..beep...
1 message received
(nomor baru)
“Hai Kirana, apa kabar?? Be a nice girl!!”
Satu pesan dari nomor baru, tidak ku kenal masuk ke handphoneku. “Siapa ini?” Hanya ku baca, aku tak berniat membalas pesan misterius itu. Aku menyalakan TV di kamarku, tidak berniat untuk menontonnya, hanya meramaikan suasana kamarku yang sunyi dan sepi. Seperti hatiku. Tak lama kemudian handphoneku berbunyi lagi.
1 message received
(Rica)
“Ran, gue ga balik k homey mlm ini, nginep d rmh eyang. Paketan udh lu ambil??”
Aku baru ingat, tadi siang Rica SMS kalau ada paketan yang dikirim untuk ku. Dari siapa? Aku bergegas ke kamar Rica. Walaupun enggan ke luar kamar, namun hati kecilku penasaran dengan paketan yang tidak aku pesan. aku memasuki kamar Rica, lalu  mencari-cari letak paketan itu. Tak perlu waktu lama, aku sudah menemukan paketan itu di kamar yang tidak terlalu besar. Paket misterius itu mengisi pojok kamar Rica.
“Kotak itu kah?” Aku bertanya dalam hati. Ku lihat tulisan yang tertulis di sampul kotak itu “Kirana”. Iya benar itu untuk ku. Aku pun membalas sms dari Rica setelah ku temukan paket itu
“Oke Ca, lu ati2 ya, paketnya udah gue ambil, makasii Ca” sent to Rica
Aku beranjak ke kamar ku meninggalkan kamar Rica yang letaknya bersebrangan dengan kamar ku. Aku masih memandang kotak berbungkus kertas kopi. Tak tau siapa yang mengirim, tak ada nama pengirimnya. Jangan-jangan ini bom? Ahh.. Aku menepis perasaan konyolku.
-Crush (David Archuleta) terdengar dari handphoneku. Aku kaget mendengar nada dering itu. Bukan bergegas mengangkat telepon itu, aku hanya terdiam mendengarkan ringtone itu. Sampai dering telepon itu mati karena tidak diangkat.
Crush?? Lagu itu?? Riyan??” jantungku berdegup kencang, sangat kencang ku rasa. Aliran darahku, ku rasakan lebih cepat melewati pembuluh darahku, napasku menggebu. “Nggak mungkin!!!” aku berteriak dalam hati dan menggelengkan kepalaku berulang kali. Crush, lagu favoriot Riyan. Aku masih ingat, lagu itu jadi ringtone khusus dia jika meneleponku. Aku tidak pernah menggantinya, dan sudah lama sekali aku tidak mendengarnya berbunyi dari panggilan handphoneku. Terakhir kali di hari itu, tepat 15 menit sebelum kejadian tragis itu. Tapi apa yang baru saja aku dengar?? Ringtone itu berbunyi, telepon Riyan??
“Kenapa suka lagu Crush?”
“Kenapa kamu suka aku?”
Come on, Riyan. Aku serius”
Come on, Kiran. Aku juga serius”
“Hey dude, yang namanya pertanyaan butuh jawaban, bukan dijawab dengan pertanyaan lagi”
“Hey miss, ada pertanyaan yang nggak bisa dijawab, nggak harus dijawab, dan nggak penting dijawab”
“Jadi menurut kamu, pertanyaanku nggak penting??”
“Iya. Pertanyaan kamu nggak penting. Karena cuma kamu yang penting!!”
“Oh... Mr. Riyan, gombal maksimal. Stop it!!”
“Hahahaha... Kiran, Kiran. Kamu tau Crush kan?? Kalau aku cerita yang sebenarnya, itu jauh lebih buat kamu GR dari sekedar gombal!!”
Promise, nggak bakal GR”
“Nggak mungkin, karena sifat dasar cewek itu ke-GR-ran”
“Tapi, nggak semua. Aku nggak”
“Dalam hati siapa yang tau”
“Oke, abaikan. Aku nggak mau tau lagi”
“Kiran, ngambek??”
“Terserah”
“Nyerah??”
“Bodo...”
“Kamu mau tau?”
“Udah nggak mau tau lagi”
“Kamu udah tau kok, Ran”
Tiba-tiba saja memoriku kembali melayang ke percakapan sore itu, di warung es kelapa muda. Percakapan tentang "Crush" di penghujung senja. Senyuman itu, tawa renyah itu, terlau lekat dan erat menempel di dinding-dinding selaput otakku.... oh my Riyan, I miss you so bad.
Aku masih penasaran dengan telepon masuk dengan ringtone Riyanku. Mungkin aku lupa kalau telah mengganti ringtone standar handphoneku dengan lagu itu. Tapi aku rasa tidak, karena aku memang tidak pernah menggantinya seingatku. Perlahan ku ambil handphoneku dari atas meja belajarku.
1 missedcall
“Yan_Quw”
Aku tak percaya dengan apa yang ku lihat di layar ponselku. Bagaimana mungkin nomor Riyan meneleponku. Sekarang. Hey dunia, permainan macam apa ini?? Aku mengecek nomor itu berkali-kali, dan memang itu benar nomor milik Riyan.
Aku coba menelepon balik nomor itu. Hanya suara operator  yang menjawabnya, seperti yang sudah-sudah. Tapi tadi nyata, aku tidak berhalusinasi. Itu memang berbunyi, dan itu dari kontak Riyan. Aku mencubit punggung tanganku, dan memang terasa sakit. Aku tidak berimajinasi. Ini nyata. Apa ini? Apa yang terjadi? Atau mungkin dia marah karena hari ini aku tidak datang ke makamnya??
Riyan, aku sangat merindakanmu!!!

-CRUSH-

 I hung up the phone tonight,
Something happened for the first time,
Deep inside it was a rush, what a rush,
Cause the possibility that
You would ever feel the same away about me,
It’s just too much, just too much


Why do I keep running from the truth,
All I ever think about is you
You got me hypnotized, so mesmerized,
And I just got to know


Do you ever think, when you’re all alone,
All that we can be, where this thing can go,
Am I crazy or falling in love,
Is it real or just another crush
Do you catch a breath, when I look at you,
Are you holding back, like the way I do,
Cause I’m tryin’, tryin’ to walk away
But I know this crush aint’ goin’ away, goin’ away


Has it ever cross your mind when we’re hangin’,
Spending time girl,
Are we just friends, is there more, is there more,
See it’s a chance we’ve gotta take,
Cause I believe that we can make this into
Something that will last,
Last forever, forever


Do you ever think, when you’re all alone,
all that we can be, where this thing can go,
Am I crazy or falling in love,
Is it real or just another crush
Do you catch a breath, when I look at you,
Are you holding back, like the way I do,
Cause I’m tryin’, tryin’ to walk away
But I know this crush aint’ goin’ away, goin’ away


Why do I keep running from the truth,
All I ever think about is you
You got me hypnotized, so mesmerized,
And I just got to know


Do you ever think, when you’re all alone,
all that we can be, where this thing can go,
Am I crazy or falling in love,
Is it real or just another crush
Do you catch a breath, when I look at you,
Are you holding back, like the way I do,
Cause I’m tryin’, tryin’ to walk away
But I know this crush aint’ goin’ away, goin’ away


-David Archuleta-