Pages

Rabu, 12 November 2014

Penawaran


Kamu bertanya tentang cinta?
jawabannya bisa kamu dapat saat kamu merasakan hembusan angin...
Bagaimana rasanya?
Jangan kamu tanyakan lagi tentang cinta padaku
jawabanku tidak akan pernah memuaskanmu

Kamu lihat jendela kaca itu
dekati, sibak tirainya
Apa yang kamu lihat?
Jangan kamu tanyakan lagi padaku tentang apa yang kamu lihat
karena aku tidak melihatnya

Kamu meminta aku untuk menemanimu?
berapa banyak uang yang kamu punya untuk membeli waktuku?
datanglah padaku besok, setelah keangkuhanmu mulai memudar
setelah kamu lelah bergantungan di langit
dan kembali berpijak di bumi...

Selasa, 11 November 2014

Nyinyir tentang Cinta


"..... dari dulu beginilah cinta, deritanya tiada akhir...."

Familiar donk dengan ungkapan itu?? Yap, bener banget itu adalah kata-kata pamungkas dari seorang Ti Pat Kai sang kakak kedua, murid dari Biksu Tong, yang ikut jalan ke barat mencari kitab suci. Muka kayak Pigy, perut gendut kayak gentong, hobi makan, sok keren, padahal mah cemen. hahaha. Tapi bukan itu yang mau gue bahas kali ini, gue akan ngebahas tentang Cinta, yap C. I. N. T. A.

Gue expert dalam hal cinta? nggak juga, bahkan gue buta dengan cinta, walhasil gue jadi nabrak-nabrak sampe tersesat ke kantor kejaksaan, masuk Alfamart, keluar ketemu Indomaret (biasa, kan tetanggaan nih bedua), ujung-ujungnya terdampar di kedai kopi. Haapppaaalaaahh... Butanya gue dengan cinta, sampe gue bikin definisi sendiri tentang cinta semau isi perut gue. hahahaha

Kalau sii Pat Kai bilang derita dari cinta itu tiada akhir, kalau gue bilang indahnya cinta itu tidak berujung. Why? Kok beda? Ya iya lah beda, gue bukan Pat Kai, tapi Dewi Quan'im. hahaha. Kalau disuruh mendifinisikan cinta, mungkin cuma satu kata yaitu "Kamu" #tsaaahhh ga gitu juga kali, gue lagi ngalay, maapin gue. Gue bukan orang yang gampang jatuh cinta, men! Dari kecil gue emang udah dicekokin pilem kolosal, sehingga gue tau kalau Mantili itu cuma punyanya Brama Kumbara, Farida cuma cinta sama Sembara, dan ada Nyi Pelet yang ga pernah berhenti ngejer Kang Mas Sanjaya. Ada Kalagondang yang suka ngegombalin Mak Lampir. Dan yang pasti ada Rama yang selalu mencintai Sinta. begitulah kira-kira yang gue dapet dari pilem kolosal. Sampai akhirnya gue menemukan sebuah kesimpulan bahwa cinta itu hanya setia pada satu hati. 


Gue ga pernah merencanakan gue harus menjatuhkan cinta ini kapan dan kepada siapa. Karena gue tau kalau cinta itu punya gravitasi, dia bisa jatuh di hati siapapun. Dulu gue mikirnya, kalau gue jatuh cinta nanti pasti orang itu yang bakal menemani gue sampe mati. Statement Rahul di Kuch-kuch Hota Hai itu udah mendarah daging kayaknya di tubuh gue "Manusia itu hanya hidup sekali, mati sekali, jatuh cinta sekali dan menikah pun sekali". Gue ga pernah mau salah dalam hal jatuh cinta. Karena gue cuma mau mencintai sekali aja dalam hidup ini, tapi teori itu terbantahkan dengan kenyataan. 

Salah satu kakak pertama di SMA gue sukses bikin gue Kuch-kuch Hota Hai (kalau pernah nonton ini, tau lah apa arti Kuch-kuch Hota Hai). Lama gue perang batin, logika gue bilang "jangan dulu jatuh cinta, Nay" tapi hati gue bilang "Kita ga pernah tau kapan kita jatuh cinta dan kepada siapa, kalau memang sudah saatnya, akui saja kalau kamu jatuh cinta, aku ga bisa kamu bohongi, Nay". Hampir gila sendiri gue menyaksikan perang batin itu, antara logika dan hati, benteng pertahanan gue mulai rapuh, agak-agak keropos gitu, debunya mulai beterbangan. satu persatu semen betonnya pecah, batanya mulai keliatan, lebur dan runtuh. Iya, gue jatuh cinta sama dia, kakak kelas gue yang-gue-juga-ga-tau apa dia juga cinta sama gue. hahahaha. (pendem terus perasaan, kayak nahan kentut. sakit peruuuutt). 

Tapi kisah cinta pertama gue yang kayak monyet ini emang harus berakhir dengan monyet. Bukan, ini bukan pernyataan patah hati, walaupun sebenernya gue patah hati sepatah-patahnya. Gue menganggap cinta pertama gue yang kayak monyet ini adalah cinta mati. Cinta yang berujung pada pembunuhan, yang salah satunya harus mati atau dianggap mati, at least. Terlalu kejam ya pengandaian gue? Ga sekejam tusukan dari belakang kok. hahahaha. Relakan dia bersama saudaramu yang lebih membutuhkannya dibandingkan dirimu yang bisa melakukan semuanya sendiri. Gue bisa apa? Gue bisa apa kalau saudara gue sendiri lebih menarik baginya... Hiks *peres keringet dan aer ingus*. Ga mungkin donk gue harus mengorbankan ikatan persaudaraan dari jaman belom dilahirin sampe gede bareng2 hanya demi cinta pertama yang kayak monyet (read: cinta monyet)? Lupakan, walaupun ga mungkin terlupakan. Kalau dari dulu udah ada lagunya Cita Citata, mungkin gue bakalan nyanyi itu terus siang malem. Pas lagi asik-asik shampoan bahagia, mata pedih, mau disiram air, kaki kepentok sudut bak mandi, gue langsung nyanyi "sakitnya tuh di sini, di jempol kakiku". Atau mungkin ketika gue tertidur dan bermimpi melihat mereka berdua bersatu, gue pun lari-lari ke padang pasir kayak di pilem India, pas Anjeli lari-lari di gurun pasir pas pilem Kabie Kushie Kabie Gham, terus tetiba Rahul muncul dari balik Piramid, tapi sayangnya dimimpi gue yang muncul sii monyet dan akhirnya gue jatuh dari tempat tidur, kepala gue kepentok dipan, gue langsung nyanyi "sakitnya tuh di sini, pas kena jidatku" dan masih banyak lagi absurd moment yang mungkin gue alami. Ga ada bedanya gue dengan pilem india, susah seneng joget-joget sambil nyanyi-nyanyi satu kabupaten.

Begitulah akhir cerita cinta gue yang nista. Sukses bikin gue mengunci rapat-rapat hati gue yang sebenernya emang ga ada yang mau ngebukanya. (edisi GR) Lama cuy gue nutupnya, sampe gemboknya udah karatan di sana sini (itu hati apa peti harta karun? debu di mana-mana). Gue ga under estimate sama makhluk yang berjenis kelamin lelaki, gue cuma mati rasa aja sama mereka. Ga terbayangkan kalau gue harus nelen pahitnya jatuh cinta lagi, yang kemaren aja masih melekat erat banget di pangkal tenggorokan pahitnya, ga mau nambah pahitnya, apa lagi kalau sambil makan pare. Pahit amat lah idup gue. Kalau ditanya apa gue udah memafkannya, gue bingung jawabnya, kayaknya ga mau jawab deh. Gue bukan pemaaf, tapi gue juga bukan pendendam. Untuk memaafkan itu kayaknya susah banget, tapi gue ga pernah berniat buat membalasnya, karena gue bukan pendendam. Bukannya kalau dendam harus dibayar tuntas?? Gue ga pernah berniat membalas apapun kepada siapapun, resiko gue karena gue memilih untuk jatuh cinta. Jatuh cinta pada orang yang hanya memberikan harapan palsu. Iya, intinya gue di PHP-in lah. Udah expert banget gue dalam dunia PHP.

Berjalan hidup gue tanpa adanya cinta pertama gue yang awalnya gue harap bisa jadi cinta terakhir gue (nastra banget harapan gue, ga realistis ah!!). Sampai akhirnya gue bisa membaca gelagat-gelagat pria yang mendekat, apakah ada maksud yang tulus atau hanya modus. Banyak orang-orang yang gue temuin dengan ciri-ciri yang begitu. Akhirnya gue menemukan sebuah teori baru yang gue rumuskan setelah perjalanan panjang gue ikut Sun Go Ku buat nyari dragonball sampe ketemu Picolo di planet Namec. Akhirnya gue menemukan ini, bahwasanya sifat dasar lelaki adalah penggombal ulung dari kapan tau, sedangkan sifat dasar cewek dari jaman prasejarah adalah keGRan (gue ga tau tapi sekelas Pithecanthrophus dulu pernah mengalami yang begini atau ga), dan jika keduanya bertemu, maka akan timbul suatu hasil yang disebut PHP. mari kita lihat rumusannya

  • cowok bawa kegombalan (CoGo) + cewek bawa kegeeran (CeGe) = PHP
Untuk mencari persenan sakit hatinya tinggal dikali 100% aja, Tinggal itung aja berapa persen sakit hati yang di rasa. Perlu contoh soal??

Kalau CoGo besar tapi CeGe kecil, maka kemungkinan PHP akan kecil, sakit hati bisa diabaikan persennya. Tapi kalau CeGe ikutan besar, maka PHP besar, dan ketika dikalikan persenan sakit hati, mungkin akan sakit hati 100 %

Rumusan yang aneh ya?? Ahh, mungkin saja nanti rumusan itu akan terpatahkan dengan rumus-rumus canggih lainnya.

Oke, masa SMA gue habis dengan memendam rasa rindu, sayang dan sakit. Cukup.!! Bilangan tahun baru bisa benar-benar menghilangkan ingatan tentang dia. Kalau ditanya apa ada yang lain? Bisa iya, bisa ga. Kalau Adera bilang lebih indah, itu bisa jadi iya. Cinta pertama gue yang kayak monyet tergantikan oleh cinta yang lebih manusiawi. Seenggaknya gue merasa dicintai, bukan diabaikan. hahaha (Sedih amat yak??). Sebelumnya gue udah sering lihat signal-signal radar pengintai yang masuk, tapi buru-buru gue musnahkan radar pelacak yang berniat melacak isi hati gue #tsaaahhh. Tapi radar satu ini gue biarin menyelinap, gue cuma mau tau dia nyari apaan di benteng pertahanan gue. Sampe akhirnya tepat di depan pintu rahasia yang terkunci dengan gembok yang karatan, dia berhenti dan tidak bergerak. Tiba-tiba ada tenanga endogen dari dalam pintu itu yang memaksa membuka gembok perlahan. Welll signal itu ditangkap baik oleh signal gue. Gue bengong donk!! Speechless dan ga nyangka. Eh elu, sapa lu yang udah ngobrak ngabrik sistem pertahanan gue?? 

Gue jatuh cinta lagi, cinta yang lebih manusiawi. Ada raih yang meminta sambut, ada kasih yang meminta diterima, gue pun bilang terimakasih. Terimakasih untuk rasa yang mati suri, tidur terlalu lama. Meluruhkan segala dendam dan amarah, cinta yang ini yang membuat gue mau memaafkan cinta pertama gue yang kayak monyet. Mencair, dan menjadi sang pemaaf, bahkan jadi sang pelupa. Gue sukses lupa kalau gue pernah sakit hati sesakitnya, sampai patah hati sepatah-patahnya. Dan gue bisa bilang "selamat untuk cinta kamu, aku pun sudah bersama cintaku". Jijik bacanya? Gue juga pas sadar, jijik juga bacanya. hahahaha.

Cinta itu yang mengajarkan gue untuk lebih tegar, lebih dewasa. Sampai akhirnya gue sadar, apa pun yang terjadi pada kita, jangan pernah menyalahkan cinta, karena cinta tak pernah salah. Gravitasinya yang membuatnya jatuh di hati siapa pun, tanpa tau kapan dan pada siapa. Cinta lahir dengan keikhlasan, bukan paksaan. Mungkin dulu gue terlalu memaksa untuk mencintai dia, sedangkan dia tidak bisa ikhlas untuk mencintai gue (amsyoooong banget kan gue) mana mungkin itu bisa disebut cinta. Sekarang gue mencintai dia tanpa harus memaksa. Sedangkan dia, dia dengan ikhlas menghapus jejak-jejak cinta monyet gue. Konyol?? Apa ini cinta?? Seenggaknya untuk saat ini, itu yang gue sebut cinta.

Terlebih untuk bunda gue, bunda yang melahirkan gue dengan taruhan nyawa, membiarkan gue hidup dan merasakan cinta. kasih sayang bunda yang sekarang gue sebut mama, cintanya yang ikhlas membuat gue bertahan sampai sekarang, walaupun jalanan yang gue lewatin ga seaduhai body Juwita Bahar. Mama sama papa bisa bersatu sampai sekarang karena adanya keikhlasan cinta di antara mereka, dan gue hidup di tengah-tengah keluarga yang penuh cinta. gue ga mau cinta ini tumbuh karena paksaan, gue mau ini semua tumbuh dan hidup karena keikhlasan.






Mereka, sahabat-sahabat gue (gue siih yang ngaku-ngaku sahabat mereka, kalau mereka ya belom tentu, hahahaha), mungkin akan tertawa mendengar esai konyol gue tentang cinta. Terlalu picisan dan menggila. Tak apa, ga akan ada kalian yang normal kalau ga ada gue yang gila. Ga bisa dipungkiri, persahabatan kita ini bertahan karena cinta, kan? Ada kalian yang ikhlas menerima gue sebagai sahabat kalian dengan segala keanehan gue, dan ada gue yang ga pernah merasa terpaksa menerima kalian di sekeliling gue.



Cinta terbesar yang ga bisa dikalahin oleh cinta manapun adalah cinta dari yang Maha Cinta. Allah SWT. Karena cintaNya yang begitu besar untuk seluruh makhlukNya, kita diciptakanNya lewat cinta orang tua kita, sampai kita akan merasakan juga cinta kepada dia, dia yang akan menemani kita untuk menjalani cinta yang dipersembahkan kepada pemilik cinta. Terimakasih Allah...

Gue berbicara tentang cinta, karena gue terlahir atas nama cinta, gue hidup dengan cinta dan akan kembali pada sang pemilik cinta. Dari keseluruhannya yang perlu digaris bawahi adalah "Cinta itu keikhlasan, bukan paksaan"