Pages

Selasa, 25 Maret 2014

Perpisahan Es Kelapa Muda


by klmig.com
Tiba-tiba terhenyak ketika mendengar pertanyaan yang terlontar "Kamu pernah jatuh cinta??"
Entahlah apakah aku masih bisa jatuh cinta lagi? Apakah aku masih pantas jatuh cinta? Atau masih adakah cinta yang sudi singgah di hati ini? Aku hanya tersenyum mendengar pertanyaan itu. Walau otak dan hatiku bersirnegi mencerna kata-kata itu, bagai menguntai pilinan RNA dan DNA. Sangat sulit membuka mulut untuk melontarkan kata "pernah" atau "tidak".
"Kok nanya nya gitu??"
"Hanya penasaran aja, kamu bisa jatuh cinta atau nggak?"
"Menurut kamu??"
"Pernah, bahkan terlalu dalam kamu jatuhnya" 
Lagi dan lagi kata-katanya menohok terlalu dalam, hingga membuat aku tersedak. 

by narotama.ac.id
Aku berjalan menelusuri torotoar kampus, tak berniat pulang ke kostan dengan menaiki angkot seperti biasanya. Melihat kiri kanan jalan, banyak sekali kendaraan berlalu lalang asap kendaraannya kontan menjadi polusi. Lamunanku seketika berkelana menembus lorong waktu, kembali ke saat-saat itu. Aaahhh rasanya sudah lama sekali. Warung es kelapa muda di pinggir jalan kampus. Dulu aku sering ke sana, menikmati langit sore kampus yang indah, bewarna merah saga dengan semilir angin, sejuk rasanya. Mengerjakan sebagian tugas layaknya mahasiswa pada umumnya, atau sekedar melepas lelah, berbincang dan bercanda bersama dia. Warung lesehan es kelapa muda. Mungkin terlihat aneh, ketika hujan deras mengguyur, masih saja berteduh di warung es itu dan membeli satu es kelapa muda yang utuh, itu kebiasaan dia. Aku tak akan pernah lupa.

Kakiku melangkah ke sana tanpa perlu diperintah oleh otak sadarku.
"Eh mba Kiran, pulang kuliah mba??" tanya mas Ucup penjual es kelapa muda langgananku
"Iya mas, baru pulang ini, es nya satu mas"
"Pakai gula aren, batu es nya yang banyak, gitu kan mba??"
"Yohaa mas, kayak biasa deh pokoknya" aku meletakkan tas ranselku dan beberapa buku refrensi dari perpustakaan. Beberapa saat kemudian pesananku datang
"Ini mba es nya"
"Terimakasih mas Ucup"
"lama lho mba Kiran nggak maen ke sini, sibuk skripsian ya mba??" tanya mas Ucup
"Iya mas lagi skripsian, lagian udah nggak ada ojek lagi" 
mas Ucup terdiam, raut wajahnya berubah menjadi murung.
"Sabar yo mba" hanya kata-kata itu yang keluar dari mulut mas Ucup
aku hanya mengangguk pelan, dengan senyuman -entahlah-itu-senyuman atau -ketegaran-yang-dipaksakan, atau mungkin trik terjitu untuk menahan laju bulir bening yang sedari tadi membendung di sudut mataku.


by klmig.com
Aku kembali teringat sepenggal percakapan dari percakapan panjangku tadi di perpustakaan dengan orang itu, orang yang tak ku kenal siapa namanya, mahasiswa dari fakultas mana, angkatan berapa, aku sama sekali tidak tau siapa dia. aku hanya tau dia selalu duduk di bangku pojokan ruang baca perpustakaan, tempat aku biasa duduk dengan setumpukan tugas dan bacaan. Tempat paling tenang menurutku.

"Kamu pernah jatuh cinta??"
"Pernah, bahkan terlalu dalam kamu jatuhnya" 

Kalimat yang simple, tapi membekas dari semua percakapan yang kami lakukan. Siapa dia? Kenapa dia seperti tau semua tentang aku? Padahal aku tidak pernah berjumpa atau kenal dengan dia sebelumnya. Aku hanya melihat dia di pojokan ruang baca perpustakaan. Tak pernah aku melihat dia absen dari sana. Apakah dia selalu di sana? Atau mungkin hanya kebetulan saja aku melihatnya di sana tiap kali aku ke sana? Makhluk sok tau, yang sok tau semua tentang aku.

"Mba Kiran mau makan batagor nggak, biar saya pesenin ke sebelah?" pertanyaan mas Ucup membuyarkan ingatanku tentang Reader Misterius. Iya aku menyebutnya Reader Misterius. Si pembaca misterius di perpustakaan.
"Oh iya mas, boleh, terimakasih lho ini mas, jadi ngerepotin gini saya nya"
"Ndak apa apa lho mba, kayak sama siapa saja mba Kiran ini"

beep..beep
1 message received

"Ran, paket lo udah nyampe, ada di kamar gue, kunci d tempat biasa ya, gue mau jalan dulu, baliknya agak malem"

"Paket apa Ca? kayaknya gue nggak beli apa-apa? anyway, thanks ya, lo ati2 di jalan!!"

"Ini mba Kiran batagornya"
aku memandang semangkok batagor yang disodorkan mas Ucup. Batagor Kuah. Batagor kesukaan dia. Batagor kuah pedas. 
"Lah kenapa mba??" mungkin mas Ucup melihat aku melamun memandang batagor kuah itu.
"Saya salah pesan yo mba?? maaf mba saya  bingung, yang kesukaan mba Kiran itu batagor kuah atau kering, biasanya kan pesan dua-duanya, maaf lho mba" mas Ucup terlihat menyesal.
"Ini kesukaan dia mas" kali ini aku tak bisa lagi menahan butiran bening, aku biarkan ia mengalir begitu saja tanpa berniat menahannya. Aku hanya tertunduk.
"Aduh mba Kiran, maafkan saya lho mba" mas Ucup menyodorkan tissue ke arah ku.
"Nggak apa apa mas" aku mengambil tissue dan mengusapnya dengan cepat ke pipi ku. Entah apa yang ada dipikiran mas Ucup. Aku tidak menyalahkannya, aku saja yang terlalu mendramatisir keadaan. Oh bukan, tepatnya aku masih-terlalu-mengingatnya.

"Kepergian dia begitu cepat mas, bahkan sangat cepat, sampai saya nggak sadar kalau dia itu udah nggak ada mas" tangisku pecah dengan sukses. Aku lihat mas Ucup hanya menunduk, matanya pun berkaca-kaca.
"Iya mba, aku juga nggak menyangka bakal secepat itu, aku kenal beliau dari awal beliau kuliah di sini, orangnya baik, suka ikutan membantu saya mengantarkan pesanan pelanggan kalau lagi rame, walaupun warung ini kecil, tapi alhamdulillah lumayan rame, kok ya masih ada orang yang seperti dia, walaupun mahasiswa berpendidikan, mau lho bergaul dan membantu saya yang cuma penjual es kelapa muda" 
"Dia yang pertama kali mengajak saya ke sini mas, sampai tempat ini jadi tempat wajib yang kami kunjungi setiap hari" aku tersenyum getir mengingatnya.
"Iya, mba cewek pertama dan satu-satunya yang dibawa beliau ke sini" 
"Dan sekarang, saya ke sini sendirian" aku tertawa masam sambil menyeka sisa-sisa air mata

Setahun yang lalu, tepat di depan warung ini. Pada hari yang cerah, pada hari yang sangat ditunggu oleh nya, oleh ku dan oleh keluarganya. Aku masih melihat senyum bahagia dan bangga dari bibirnya, walau dari kejauhan, aku yakin senyum itu akan nyata ku lihat sesampainya dia di hadapanku. senyum bahagia pada hari kelulusannya. Akan tetapi pada hari itu aku harus menyaksikan dia.Dia yang selama ini menemani hari-hariku. Dia yang selama ini menjadi penghuni tetap di hatiku. Dia yang selama ini menjadi penyemangatku. Dia yang selama ini selalu tersenyum kepadaku. Dia seseorang yang telah membuatku jatuh, jatuh terlalu dalam pada cintanya. Iya. Aku harus menyaksikan dia bersimbah darah, meregang nyawa dalam balutan jubah kelulusannya, melihatnya pergi meninggalkanku dengan cara yang amat menyiksa mata dan hatiku, sampai rasa sakitnya hampir mematikanku saat itu juga. Bagaikan mimpi buruk yang sangat buruk, aku ingin segera terbangun dari mimpi itu. Ingin rasanya aku bakar mobil itu, mobil yang menghantam sepeda motornya, membuatnya terpental, membuatnya berdarah dan tak berdaya. Ingin rasanya aku melakukan hal yang sama kepada pengendara mobil itu yang telah membuat dia pergi untuk selamanya dari hidupku, yang telah merebut dia dengan sadis dari sisiku.

Tepat setahun yang lalu, di depan warung ini.
Kali ini aku bisa menjawab pertanyaan Reader Misterius itu.
"Iya, aku pernah jatuh cinta, aku bahkan jatuh terlalu dalam pada cintanya, sampai aku tak sadar bahwa kematian telah merenggutnya dari hidupku, dia pergi sebelum dia tau betapa aku sangat mencintainya. Aku sangat mencintainya. Riyan"

"Hai... boleh duduk di sini?" seseorang menyapaku dan duduk tepat di seberang mejaku
"Kamu??"


by renungandakwahislam.blogspot.com


Malam



Malam itu hitam, malam itu gelap, malam itu mencekam, malam itu sunyi, malam itu dingin, malam itu menakutkan. Tapi malam selalu bersahabat. Hanya malam yg mendekap erat tubuh rapuh yg penuh lelah. Hanya malam yg memeluk mesra semua mimpi-mimpi. Hanya malam yang setia menemani setiap hati-hati yang merindu. Hanya malam yang dengan gelapnya setia mendengar isak tangis setiap jiwa yang tersiksa. Ia, malam. Sebagian orang takut jika malam datang, sebagian sangat mendambakannya, mungkin hanya untu memejamkan mata sejenak. Melupakan penat hari-harinya.

Hey... ada apa dengan malam ini?? Mengapa kau tak seperti biasanya? Mengapa dekapanmu tak lagi erat pada tubuh rapuh ini? Mengapa pelukanmu tak mampu menghimpun mimpi-mimpi yang berserakan? Mengapa kau enggan menemani hati yang merindu? Mengapa kau tak lagi sudi mendengarkan tangis jiwa-jiwa yang tersiksa? Jangan kau biarkan aku melewati malam ini dengan hampa. Aku takut, aku takut dengan fajar. Aku takut menatap matahari esok pagi. Aku takut. Aku tak punya nyali. Jika energi bergantung pada malam, aku lebih memilih tak menatap matahari. Matahari terlalu adil membagi sinarnya, ia terlalu baik dengan semua makhluk, sementara aku sang insan pencemburu, tak ingin sinarnya terbagi untuk yang. Itu alasanku memilih malam.

Malam.. aku harap kau kembali lagi, aku merindukan keberadaanmu. Banyak hal yang perlu kau tau tentang aku. Cepatlah kembali. Aku merindukanmu wahai malamku....

from FB someone