Apa jadinya jika lima lelaki dengan latar belakang yang
berbeda, aktivitas yang berbeda, orang tua yang berbeda (ya iyalah), makanan
favorit yang berbeda tinggal dalam satu atap yang sama, dengan uang sewa dibagi
lima sama rata. Hmm ya beginilah contohnya, seperti para penghuni rumah
kontrakan ini, rumah kontrakan yang di hak patenkan dengan nama Rumah Arjuna.
Bukan karena mereka berlima adalah anggota dari para pandawa, melainkan kelima
lelaki ini selalu mengaku bahwa mereka setampan arjuna. Maka jadilah rumah
kontrakan ini bernama Rumah Arjuna. (sedikit narsis)
Berikut adalah nama-nama lelaki tampan (kata mereka)
penghuni Rumah Arjuna
Si tampan yang pertama bernama Andika Ramadhan, asal dari
kota empek-empek, punya hobi olahraga, paling rajin bersih-bersih rumah, paling
merdu suara adzannya. Mahasiswa jurusan Ilmu komputer, belakangan punya
pekerjaan sampingan sebagai alarm tahajjud bagi The Arjuns (sebutan bagi para
penghuni Rumah Arjuna), panggilan kesayangan dari The Arjuns adalah Bang Dika.
Si tampan yang kedua yaitu Erwin Ardian, mahasiswa Tehnik
Elektro yang punya hobi bela diri Tapak Suci, paling susah dibangunin, hobi
makan martabak keju. Badan atletis tapi paling takut dengan cicak. Paling hobi menyapu halaman rumah, tapi
paling malas mencuci pakaian.
Si tampan yang ketiga adalah Bentar Bara Gencar, cowok cakep
asal kota kembang, walaupun terlihat sangar, tetapi ketika nonton K-Drama
“Secret Garden” bercucuran air mata. Punya hobi memelihara ikan mas koki, yang
diberi nama Okok dan Oki. Tercatat sebagai mahasiswa jurusan Ilmu Pemerintahan,
punya cita-cita menjadi seorang bupati.
Si tampan yang keempat yaitu Septa Hidayat, karena namanya
yang unik (read: seperti wanita), The Arjuns sering memanggilnya jeng Septa.
Dari namanya bisa ditebak, dia adalah anak ke tujuh. Punya badan sedikit
gendut, hobi main futsal, makanan favorit nasi goreng Pakde Mas’ud depan gang. Ketua divisi Seni di
Himpunan Mahasiswa Jurusan Agronomi.
Dan yang tampan terakhir adalah sang pecinta alam Anggar
Ilham Widodo, cowok cool asal kota Gudeg yang melanjutkan studinya di Tehnik
Mesin. Punya motto “ga mandi tapi kudu wangi”. Rambut gondrong dengan suara
serak-serak becek kata kaum hawa si suaranya Vino G. Bastian banget. Hobi
gitaran sambil menunggu antrian mandi (kalau lagi kumat rajin mandinya) dengan
lagu andalannya begadangnya bang haji. Anggar adalah chef bagi The Arjuns,
kalau si Anggar mulai naik-naik ke puncak gunung, alamat tak baik bagi The
Arjuns, itu artinya mereka harus jajan di luar.
Kurang lebih seperti itu lah profil The Arjuns. Kelimanya
berasal dari latar belakang yang berbeda, tetapi mempunyai mimpi yang sama
berubah ke arah yang lebih baik dengan semangat mengejar mimpi.
“Bang Dik, botol minum Spongebobs gue dimana ya bang?” tanya
Anggar sambil menenteng kotak nasinya.
“Coba tanya Ben, kemaren si dia pake tu botol buat bikin si
Okok dan Oki ketawa katanya” jawab Dika sambil membersihkan kulit kacang di
meja tv.
“Ya elah Ben, Ben.. bang, temen lu sakit tuh, ikan mas koki
di ajakin ketawa, gue aja belum pernah liat tu ikan senyum, apa lagi ketawa. kalau
ada waktu ntar temenin k dokter tuh si dia bang” gerutu Anggar
“Iya juga Ang, gue juga mikirnya gitu” jawab Dika singkat
sambil tertawa. Mendengar statement Dika, Anggar pun ikut tertawa.
“Ya udah bang, gue berangkat kuliah ya, ntar minumnya beli
di kantin aja” pamit Anggar
“Oke..Ang jangan lupa
ntar malem ya, pulangnya jangan telat”
“InsyaALLAH siip bang..gue cabut ya, assalamualaykum”
“Sip...Waalaykumsalam warohmatullah” jawab Dika sambil
melambaikan tangan ke arah Anggar
Anggar dikaruniai kelebihan dalam bidang memasak, salah satu
alasan yang membuat doi jarang jajan di luar. Membawa bekal dengan kotak
tupperware berwarna ungu dari ibunda tercinta hampir dilakoninya setiap hari
kuliah, selain irit doi selalu menjaga kesehatan dalam hal memilih makanan.
Pagi hari ini The Arjuns mendadak punya kesibukan yang
membuat mereka tidak sempat bertegur sapa seperti biasa, hanya terdengar suara
bergantian dari mereka yang bertanya dengan asal kepada penghuni rumah lainnya,
ada yang bertanya di mana kaos kaki, di mana sabun, jam berapa, sampai di mana
handphone (abaikan). Tapi satu hal yang tidak pernah mereka lupakan bahwa malam
minggu ini adalah malam di mana 5 pemuda yang mengaku tampan ini berkumpul
bersama sehabis Isya’. Bagi kebanyakan pemuda yang punya pacar, mungkin malam
minggu adalah waktu bersama pacar. Tapi bagi lima pemuda yang mengaku setampan
arjuna ini, yang tidak punya pacar ini, malam minggu adalah malam yang super
spesial, karena kelimanya bisa berkumpul bersama. Maklum saja The Arjuns memang
manusia yang super sibuk.
Dika contohnya, pentolan Rohis Kampus satu ini punya jadwal
yang super padat, pernah suatu ketika pergi pukul 6 pagi dan pulang hampir pukul
00.00. Dika bilang si dia habis syuro di beberapa tempat, aktivis ganteng satu
ini. Kalau si Bentar sesibuk apapun dia, selalu disempatkan pulang ke rumah,
karena punya tanggung jawab memberi makan anaknya si Okok dan si Oki. Bentar
lebih senang di rumah kalau ada waktu senggang, selain mengurus dua tanggungan,
Bentar hobi membaca buku-buku Dika yang tersusun rapih di pojokan ruang tamu,
karena cita-citanya ingin menjadi Bupati, doi suka membaca buku tentang
leadership miliknya Dika. Septa sang seniman awut-awutan, paling jarang di
rumah, mungkin dalam satu minggu hanya 2 atau 3 malam saja tidur di rumah,
lainnya dihabiskan di sekretariatan Himagro, kabarnya si sekarang lagi sibuk
mempersiapkan pagelaran seni seuniversitas di kota ini. Tapi tetap malam minggu
adalah malam The Arjuns. Kalau si Erwin, cowok macho (kata fans nya si) doi
lebih senang di rumah, keluar rumah hanya pada saat kuliah, atau latihan Tapak
Suci. Doi sudah naik pangkat
jadi senior, dan sekarang menjadi asisten pelatih. Belakangan sering diminta
menjadi pelatih Tapak Suci ekskul beberapa sekolah. Tentunya tak dilewatkan
doi. Erwin salah satu personel The Arjuns yang punya banyak fans,
terutama dikalangan ABG (Bang Ewin....latihan Tapak Sucinya tiap hari aja.....
*gaya alay*)
Seperti biasa, malam Minggu The Arjuns
Rumah Arjuna yang selalu bersih, rapih dan wangi, lampu
ruang tamu yang menyala, serta kumandang suara tilawah qur'an Bang Dika
mengawali malam panjang ini. Dika dengan pakaian khasnya baju koko lengan
pendek serta sarung kesayangannya terlihat khusyuk dan khidmat bertilawah,
bagaimana tidak surat yang dibacanya adalah surat Yusuf (biasanya dibaca
ibu-ibu yang sedang mengandung, agar kelak jika anaknya laki-laki akan setampan
nabi Yusuf, kalau begitu writer mau baca surat Muhammad aja dah...biar
akhlaknya mendekati beliau...hehehe), tak lama kemudian menyusul Anggar, rambut
gondrongnya di ikat, dan memakai peci, duduk bersebrangan denga Dika, lalu
membuka Mushaf hitam kecilnya, dan mulai bertilawah. Tak lama kemudian
terdengar suara motor parkir di teras rumah, suara khas motor Erwin yang baru
saja pulang dari melatih ekskul di salah satu SMA di kota itu.
“Assalamualaykum..” terdengar salam Erwin sambil membuka
pintu rumah
“Waalaykumsalam..” jawab Dika dan Anggar berbarengan sambil
menoleh ke arah datangnya suara.
“Sori cuy, gue telat, mandi dulu ya..gih di lanjut aja
ngajinya” tutur Erwin sambil meletakkan bungkusan martabak keju versi jumbo.
Mata Anggar berbinar-binar, sambil senyum hatinya berkata “Si Ewin agaknya baru
dapet honor nih”. Senyuman Anggar di sambut dengan cengiran Dika yang seolah
mengerti maksud dari Anggar. Melihat 2 gelagat sohibnya Erwin pun segera angkat
bicara, “Yoi...gue dapet honor, alhamdulillah.. terapi dhuha dari elu Bang”
sambil senyum ke arah Dika. Dengan kompak Anggar dan Dika mengucapkan
alhamdulillah. Kemudian Bentar pun berlalu ke kamarnya. Malam itu baru tiga
orang yang berkumpul, Dika sudah berganti kaos oblong dagadu bergambar becak
Jogja. Baju wajib The Arjuns oleh-oleh dari Anggar ketika pulang liburan
semester lalu. Sementara Anggar sibuk beratraksi di dapur. Tidak lama kemudian
Septa dan Bentar pulang bersama. Kali ini Septa nebeng Bentar, motornya tinggal
di basecamp Himagro. Doi bilang sih dipakai untuk kepentingan rakyat. Mendengar
alasan Septa, Bentar tak keberatan untuk menyusulnya di kampus karena motornya
di pakai untuk urusan rakyat (Bupati mode on).
Lengkap sudah The Arjuns malam itu. Setelah semua beres
dengan urusan kebersihan jasmaninya, kelima pemuda tampan itu berkumpul di
ruang makan. Ruang makan yang tidak begitu besar dengan seperangkat meja makan
berkursi enam. Di pojok ruangan terdapat kulkas yang berisi lengkap sayur dan
buah (kulkas cowok komplit banget). Wastafel kecil di dekat pintu ke arah dapur
yang bertuliskan “yang ganteng nggak mungkin sikat gigi di wastafel ini, sori
cuma buat cuci tangan dan ngaca, thanks The Arjuns”. Banyak peraturan-peraturan
aneh dan lucu yang dibuat oleh kelima pemuda ini. Meskipun begitu tetap saja
dijalankan oleh semua anggota.
Pernah membuat peraturan di mana pada satu hari adalah hari
bahasa daerah sedunia. Jadi di antara The Arjuns berkomunikasi dengan menggunakan
bahasa daerah masing-masing. Bisa dibayangkan betapa nggak nyambungnya hari tu.
Kalau ada yang menggunakan bahasa indonesia sedikit saja, hukumannya adalah
membersihkan rumah dua hari berturut-turut. Hal konyol ini disepakati dengan
kekonyolan, walhasil untuk menghindari hukuman, The Arjuns lebih memilih
menghindar bertemu muka, kalau tidak sengaja berpapasan di pintu, mereka lebih
memilih nyengir atau tertawa. Hal ini membuat mereka lebih saling mengenal dan
memahami satu sama lain, ibrohnya adalah walaupun dari suku yang berbeda-beda,
rasa persaudaraan itu akan semakin erat jika antara mereka mau mempelajari
perbedaan-perbedaan di antara mereka, termasuk bahasa.
“Wih.. Ang, masak apa lu? Wanginya bikin cacing di perut gue
bergembira!” seru Septa sambil mengusap-usap perutnya. “ntar gue kenalin
namanya satu persatu” jawab Anggar sambil berlalu ke dapur. “gue tebak, nanti
nama-namanya absurd lagi” celetuk Bentar sambil memainkan handphonenya. “gue
rasa gitu, pada absurd penghuni rumah ini karenanya” tambah Erwin sambil duduk
di kursi makan. “absurd-absurd gitu, tetep aja di embat, ujung-ujungnya juga
bilang enak, ujung-ujungnya bilang Ang lu hebat Ang” tambah Dika. Semuanya
tertawa bersamaan.
“Well menu kita malam ini adalah....teng toreng toreng....”
gaya Anggar bak pemandu sirkus, keempat sohibnya yang sudah duduk manis dari
tadi menunggu nama-nama menu malam Minggu ini, hanya bengong melihat gaya
Anggar.
Dengan gaya seperi host acara pentas cilik, Anggar memulai
parodinya “yang pertama ada “tau-tau cumi jadi”...” keempatnya saling malihat
satu sama lain sambil melongo
“yang kedua ada “telur berantakan lupa cangkang”...”
keempatnya langsung tertawa berbarengan, Anggar pun ikut tertawa. “dan yang
terakhir adalah “pil api dewa naga”...” #gubraaaaaaakkk
Spontan kelimanya tertawa terbahak-bahak. Selalu saja ada
ide gila Anggar untuk memberi nama pada masakan-masakannya. Well ternyata “tau
tau cumi jadi” tadi adalah sayur cumi yang dicampur dengan tahu yang dipotong
dadu, sedangkan “telur berantakan lupa cangkang” adalah nama lain telur dadar
yang dicampur dengan daun bawang dan tauge. Nah yang terakhir “pil api dewa
naga” adalah sambal pete yang super pedas. Bukan Anggar namanya kalau tidak
bisa menciptakan nama-nama aneh untuk masakan-masakannya. Keempat sohibnya
tidak akan kaget lagi dengan nama-nama aneh dari Anggar, bahkan nama-nama aneh
itu yang ditunggu-tunggu oleh mereka. Kelimanya pun asik menyantap masakan
Anggar. Mereka sering bilang bahwa masakan Anggar khas masakan ibu-ibu mereka
di kampung halaman mereka.
Makan malam pun selesai, kelimanya bergegas untuk
membereskan bekas makannya, ada yang mencuci piring, membereskan meja makan dan
menyapu ruang makan, sisanya membereskan ruang tv. Setelah semua beres,
kelimanya berkumpul di ruang tv. Jam dinding menunjukkan pukul 20.40 wib.
Tiba-tiba ruangan tersebut menjadi hening dan sunyi. Tv pun dalam keadaan tak
menyala. Yang terdengar hanya detik jam dinding di ruangan itu dan suara kipas
angin yang berputar tepat di plafon ruangan itu. Lampu masih benderang. The
Arjuns tak mengeluarkan sepatah katapun, Anggar dan Erwin menatap kosong ke
arah handphonenya, Dika menyandarkan kepalanya di sofa menengadah ke
langit-langit ruangan sambil memejamkan mata. Bentar menempelkan jari tangannya
di dinding akuarium tempat okok dan oki tinggal, sementara Septa menatap ke
ambal bawah tempat kakinya berpijak. Situasi yang aneh nampaknya, bagaimana
bisa lima orang yang super rame, bisa mendadak jadi diam seperti terkena totok
raja selangor. Atau mungkin ini adalah dampak dari menu aneh Anggar tadi? Jika
ada kesalahan, semestinya mereka akan rebutan ke toilet, tapi kali ini mereka
diam tak bersuara.
“Cuy.. Tadi gue beli martabak” suara Erwin memecahkan
kebisuan. Statement Erwin hanya mendapat sambutan “oh..” dan “iya” saja dari
yang lainnya. Erwin pun kembali menatap layar handphonenya. Tiba-tiba saja
muncul perasaan aneh di dalam hati Erwin. “Ini ada apa sii?? Kenapa gue juga
mendadak jadi gerogi gini di depan mereka, nggak tau mau berkata apa, kayak
orang jatuh cinta, oh tidak tidak” Erwin terlihat menggelengkan kepalanya
sambil memejamkan mata. Suasana kembali hening lagi, jam dinding menunjukkan
pukul 20.55 wib.
Sebenarnya malam minggu ini Dika, Anggar, Septa dan Bentar
ingin menginterogasi Erwin terkait teror yang sudah satu mingguan ini
menghampiri Rumah Arjuna. Jadi selama satu minggu ini ada telepon misterius
yang kerap datang ke telepon Rumah Arjuna. Telepon dari seorang wanita yang
selalu mencari Erwin, karena mereka adalah orang-orang yang super sibuk, tidak
sempat bertanya langsung kepada Erwin. Anehnya telepon misterius itu datang
pada saat-saat Erwin tidak ada di rumah, yang membuat keempatnya kaget adalah
pernyataan yang sama selalu di lontarkan oleh peneror itu. Ia selalu mengatakan
“Mas, tolong bilangin sama Erwin, tanggung jawab donk, jangan maen tinggalin
cewek aja setelah bosan, saya juga punya perasaan, bukan boneka yang segampang
itu di maen-maenin”. Yang pertama kali mendapat telepon itu adalah Septa,
kemudian Dika, Bentar dan Anggar. Mereka mencari waktu yang tepat untuk
menanyakan hal ini kepada Erwin.
“Ben,, botol minum spongebobs gue di mana ya? Nggak mungkin
di telan Okok atau Oki kan” Statement Anggar memecahkan keheningan. “Oh itu, di
kamar gue Ang, mau gue ambil sekarang” jawab Bentar sambil menggaruk-garuk
kepala yang tidak gatal. “Oh nggak usah Ben, yang penting masih ada aja di
dunia ini botol itu” jawab Anggar sekenanya. Dika dan Septa saling menatap,
mata mereka bertemu seakan mengisyaratkan untuk membuka omongan dengan Erwin.
Sementara itu Anggar dan Bentar masih saja membahas tentang botol spongebobsnya,
seperti biasa Anggar mengulang kembali ceritanya bagaimana bahagianya ia saat
pertama kali dibelikan botol itu oleh ibunya sebelum ia merantau untuk kuliah,
bagaimana sedihnya ketika botol itu tertinggal di lembah gunung pada saat
mendaki, betapa galaunya ia ketika botol itu pernah terbawa oleh Dika pulang ke
Palembang dan banyak lagi. Dan Bentar dengan tabah mendengarkan celotehan
Anggar yang sudah berulang-ulang.
Tak lama kemudian Dika angkat bicara. “Oke.. alhamdulillah
malam minggu ini, kita masih bisa kumpul lagi di Rumah kontrakan tercinta kita
ini, di rumah yang menaungi kita kurang lebih 3 tahun ini, di rumah kita
tertawa menangis bersama, pokoknya di markas lelaki-lelaki tampan ini lah
pokoknya” ketegangan pun mencair, Erwin yang dari tadi bingung dengan perubahan
sikap teman-temannya yang mendadak menjadi diam, sekarang berubah menjadi lebih
santai. Septa pun berstatement “Win, lu beli martabak ya? Mana nih?”. “Oh iya,
pengen juga lu? Tadi ditawarin diem aja!”sindir Erwin. “Ya elu juga aneh, pan
kite tadi baru abis makan cuy, itu menu absurdnya Anggar” tambah Septa. “Alah
absurd-absurd gitu juga, elu makan yang paling banyak” celetuk Bentar sambil
melemparkan bantal sofa ke arah Septa. Suasana Rumah Arjuna sudah kembali
seperti semula.
Erwin ke belakang untuk mengambil martabak keju super jumbo,
di susul Anggar yang juga ke belakang untuk mengambil jus jambu biji dari dalam
kulkas, lengkap dengan lima buah gelas.
“Wah Ang, biasanya
kopi?” tanya Bentar “Stop cafein dulu lah, vitamin aja dulu, seminggu ini kan
pada sibuk” jawab Anggar.
“Win, rasa martabak honor tuh enak banget ya” statement Dika
membuat Septa dan Bentar melirik kompak ke arah Erwin. Erwin mendadak salting sambil
menggaruk-garuk kepala “Alhamdulillah, doa kalian juga ini, lancar jadi
pelatih”. Bentar mengambil satu potong martabak lagi “Pantes aja, martabaknya
super jumbo” kelimanya pun tertawa.
“Eh iya Win, itu para ABG masih suka jejeritan manggilin lu nggak?”
tanya Anggar
“Masih kadang-kadang, tadi donk gue dapet coklat lagi” Erwin
nyengir, kemudian dia melanjutkan “Cuy, sebenarnya ada yang mau gue ceritain ke
kalian” kalimat Erwin masih menggantung, keempatnya saling berpandangan, di
dalam hati mereka seakan mengatakan bahwa Erwin akan menceritakan perbuatan apa
yang telah ia lakukan, ada yang terlihat cemas itu sih Anggar, ada yang
terlihat marah seperti yang muncul pada raut wajah Bentar, ada yang datar tanpa
ekspresi seperti Septa, dan ada yang selalu tenang seperti Dika. Keempatnya
diam menunggu pernyataan Erwin selanjutnya.
“Jadi, dua minggu yang lalu gue dikenalin sama temennya
temen gue...” belum sempat Erwin melanjutkan kalimatnya, Bentar langsung
memotong “Temen lu? Sape? Cewek atau cowok?” penasaran.. “sst Ben...” Dika
mengisyaratkan kepada Bentar untuk diam.
“itu si Galuh yang pernah kesini dulu, nah temen yang
dikenalinnya ke gue itu cewek, Noni namanya, seangkatan kita, anak Akuntansi”
“Terus lu naksir-naksiran gitu sama dia?” lanjut Septa
dengan gaya detektif
“Ya nggak lah, doi nggak berjilbab, gue kan suka itu sama
cewek-cewek kayak temennya bang Dika, yang jilbabnya gondrong” jawab Erwin yang
disambut dengan sorakan yang lainnya.
“Dasar menel lu Win” gerutu Bentar. Anggar hanya tertawa
terbahak mendengar statement Erwin “Apa kate lu tadi Win? Jilbab gondrong? Asli
parah lu Win, parah banget!!” semua pun ikut tertawa, tanpa terkecuali.
“lanjut Win, terus si Noni kenapa?” tanya Anggar penasaran.
Semua kembali mengkondisikan diri mendengarkan cerita Erwin
“Noni ternyata pemakai obat-obatan” semuanya kaget mendengar
statement Erwin.
“Gue tau itu, gara-gara pas pulang latihan dia nyusulin gue
ke tempat gue latihan, dia bilang sih minta temenin minum di kantin, ya gue
pikir nggak ada salahnya, cuma minum ini” Erwin berhenti sejenak, menarik nafas
dalam. Keempat temannya pun ikut menarik nafas dalam-dalam, entah apa yang ada
d dalam pikiran mereka. Yang terlihat hanya kekagetan dan kebingungan,
keempatnya masih bingung untuk mengaitkan cerita Erwin yang belum tuntas ini
dengan teror yang menyerang selama satu minggu ini. Erwin pun melanjutkan
ceritanya “Ketika sampai di kantin ya gue pesen es jeruk kayak biasanya, pas
gue tanya dia mau pesen apa, eh dia malah nagis, ya bingung lah gue, gue
apa-apain juga nggak kok tiba-tiba nangis, gue sempet mikir mau cari tombol on
off di badannya, siapa tau kayak susan” keempatnya mendadak duduk berselonjor
ke lantai mendengar statement Erwin. “sempet amat lu mikir gitu Win” gerutu
Septa
“oke oke, gue serius, pas gue liat dia nangis gue cuma
nyodorin tissue ke dia, nggak berani gue nanya kenapa, karena biasanya kalau
cewek nagis dan kita tanya kenapa, pasti dia bakal bilang, nggak apa-apa kok,
akhirnya gue tunggu nyampe nangisnya reda. Nggak lama dari itu kok tiba-tiba
ini cewek aneh banget, dia kayak orang kedinginan gitu, kedinginan dan
kesakitan tepatnya, padahal dia pake’ baju dan celana panjang, terus ngerogoh
kantong tasnya, dan coba tebak apa donk yang dia keluarin?” tanya Erwin kepada
teman-temannya dengan gaya bapak guru, Dika dan bentar menggeleng, Anggar
menjawab polos “bedak yang ada kacanya” teman-temannya yang lain menoleh ke
arah Anggar “ya mungkin aja kan, ini cewek man cewek, biasanya nggak mau
keliatan jelek kan, apa lagi tadi Erwin bilang doi abis nangis, iya kan? Analisis
gue bener kan”
“bukan Ang, doi ngeluarin sabu, gue shock banget, dengan
muka yang melas dia minta tolong ke gue biar nggak bilang siapa-siapa”. The
Arjuns yang lainnya menghembuskan nafas berbarengan.
Erwin pun melanjutkan ceritanya panjang lebar. Ternyata si
Noni itu mahasiswi pindahan dari Bandung, awal kuliahnya di Bandung, doi adalah
cewek cantik yang berjilbab rapih kalau kata si Erwin cewek berjilbab gondrong.
Noni memang cewek yang cantik dan pintar, banyak cowok yang suka dengannya,
tapi Noni tidak menggubrisnya. Sampai pada suatu ketika ada seorang cowok teman
satu organisasi Noni yang memang cakep, tiba-tiba perhatian dengan Noni.
Awalnya Noni tidak menanggapi, namun dasar cowok ada-ada saja kelakuannya dan
tidak ada habis akalnya terus-terusan mendekati Noni. Noni yang ternyata belum
kuat bentengnya pun luluh akhirnya berpacaran dengan cowok itu secara diam-diam
tanpa sepengetahuan teman-teman seorganisasinya. Hingga pada akhirnya cowok itu
berhasil membujuk Noni untuk membuka jilbabnya di depan lelaki itu, Noni yang
terpedaya dengan bujuk rayunya pun melakukannya. Pada akhirnya Noni pun
menyesali semua perbuatannya, dan cowok nggak tau diri itu pergi entah kemana
meninggalkan Noni, mungkin saja mencari mangsa lain. Noni yang putus asa hampir
bunuh diri, ia kabur dari rumah dan mulai mengenal dunia hitam, dunia narkoba,
dunia dugem. Tapi jauh di lubuk hatinya dia sangat marah pada dirinya sendiri,
mengapa bisa tergoda dengan buaian lelaki tak bertanggung jawab. Noni mengutuk
dirinya yang telah memperlihatkan auratnya yang selama ini di jaganya di
hadapan lelaki yang bukan mahromnya. Akhirnya ia memutuskan untuk pindah
kuliah. Mencoba untuk memulai hidup yang baru, tapi ia sudah menjadi pecandu
narkotika yang cukup parah, sehingga sulit lepas dari jeratannya. Sesampainya
di sini, dia berkenalan dengan Erwin. Ternyata nama cowok yang telah
meninggalkannya itu juga Erwin.
The Arjuns tertegun mendengar cerita Erwin, kelimanya tak
henti-hentinya beristighfar. Kelimanya sama-sama memiliki saudara perempuan.
Terlihat tatapan amarah pada raut wajah Bentar mengingat Bentar juga berasal
dari kota yang sama dengan Noni, Bandung. Dika menunduk, ia tidak bisa
membayangkan bagaimana kalau itu terjadi pada adik perempuannya atau
teman-teman akhwatnya, membuatnya berinisiatif untuk memperkuat ri’ayahnya
terhadap kader. Septa mengepalkan genggaman tangannya seolah-olah akan
mendaratkan tinjuan ke arah cowok tak bertanggung jawab itu. Anggar tertunduk,
mencium tautan tangan kanan dan kirinya. Dalam pikirannya ia teringat akan
mantan pacarnya di SMA, seorang gadis manis berjilbab. “Ya Allah, untung aku
sudah putus dengannya sejak lama, kalau tidak mungkin setan akan mempengaruhi
ku, dan bisa saja aku melakukan hal yang sama seperti cowok kurang ajar itu
lakukan kepada Noni, terimakasih ya Allah, Engkau telah menjaga ku dan dia”
lirih Anggar dalam hati.
“Nama gue sama dengan mantannya Noni, mungkin itu yang bikin
dia teringat lagi dengan masa lalunya” statement Erwin dengan tatapan lurus ke
atas langit langit rumah.
“Win, lu jangan nyalahin nama lu yang bagus itu, tapi ini
semua udah sekenario dari Allah, mungkin aja Allah mau kasih liat ke Noni,
kalau nggak semua Erwin itu sama, gue takutnya si Noni jadi under estimate
dengan orang yang namanya Erwin, jadi lu harus menunjukkan bahwa lu beda”
statement Dika bijak.
“Bang Dika, lu kan punya banyak temen yang kata si Erwin
jilbab gondrong itu, bukannya Noni dulu juga gitu, minta tolong aja bang sama
mereka, siapa tau ada yang bisa membantu Noni buat menemukan kembali jalannya
yang dulu” saran Anggar yang kali ini tak kalah bijaknya dengan Dika
“iya betul gue setuju” tambah Bentar. “gue juga setuju”
sambung Septa.
“Gimana bang, bisa nggak kira-kira?” tanya Erwin. “ ntar
insyaAllah gue coba ya, mudah-mudahan bisa” tutur Dka dengan senyum. “besok gue
akan coba minta tolong ke temen gue, kita cari waktu yang pas, baru kita
pertemukan si Noni sama temen gue itu”
“cakep..setuju gue” celetuk Bentar “oke bang, thanks ya”
Erwin dengan senyum
“Nggak perlu terimakasih untuk suatu kewajiban” jawab Dika
mantap
“Bang, itu kan kata-kata si Fahri di novel ayat-ayat cinta”
Bentar menimpali
“Wih.. tau juga lu Ben?” tanya Anggar tak percaya
“iya lah Bentar Bara Gencar” statementnya pasti
“well..gue rasa kecurigaan kita selama ini secara nggak
langsung udah terjawab” statement Anggar tiba-tiba. Septa, Bentar dan Dika
saling bertatapan dan menyunggingkan senyum ke arah Anggar sambil mengangguk.
Erwin yang sama sekali tidak mengerti mulai bingung
“maksudnya??”
Dika pun mejelaskan teror misterius selama satu minggu ini,
tentang telepon dari seorang cewek yang selalu meminta pertanggungjawaban
Erwin, karena telepon itu keempat The Arjuns menjadi bertanya-tanya dan sempat
shu’udzhon dengan Erwin, maka dari itu pada malam minggu ini sebenarnya mereka ingin
menanyakan apa yang sebenarnya terjadi pada Erwin. Setelah mendengarkan cerita
yang cukup dramatis seperti drama korea kalau kata Bentar, semuanya mengerti
kalau telepon misterius itu dari Noni, dan hal itu dilakukannya ketika ia
sedang sakau, sehingga tidak bisa berpikir dengan jernih dan melakukan hal-hal
yang tidak masuk dalam logika.
Malam minggu The Arjuns kali ini memberikan pengalaman baru
bagi anggotanya, begitu banyak ibroh yang dapat di ambil dari cerita Erwin
tentang teman barunya. Jam dinding menunjukkan pukul 23.25 wib. Martabak pun
telah raib tak bersisa, sekotak jus jambu biji pun habis. Bantal-bantal sofa
bertaburan.
“Well...udah waktunya kita istirahat, ketemu besok pas
tahajjud ya” ujar Dika sambil mengumpulkan gelas-gelas di meja. “Bang...gue
absen bisa nggak? Kan gue baru aja jadi narasumber?” dengan nada melas khas
Erwin
“Win, lu masih niat mau bantu Noni kan?” tanya Bentar sambil
menepuk bahu Erwin “Oh iya donk” jawab Erwin mantap sambil membusungkan dada.
“ya berarti lu harus minta bantuan Allah juga lah, tahajjud lu, berdoa lu kan
lagi punya misi membersihkan nama Erwin” tambah Septa yang disambut oleh tawa
The Arjuns..
“Oke oke,, iya gue nggak bakal menang dikeroyok orang aneh
macam kalian”
Begitulah suasana malam minggu The Arjuns, mengisahkan
cerita yang bervariasi di tiap minggunya. Kadang dilalui hanya dengan menonton
drama korea atas prakarsa Bentar. Mengerjakan tugas atau deadline dari yang
lainnya, sampai membahas tentang masa depan. Apa pun pokok bahasannya, Malam
Minggu hanya milik Arjuna.
0 komentar:
Posting Komentar